BAB I
Pendahuluan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
telah menyatakan merebaknya influenza A/H1N1 (flu babi) sebagai situasi gawat
darurat kesehatan tingkat internasional. Kasus flu babi yang telah dikonfirmasi
dilaporkan terjadi di banyak bagian dunia, termasuk Hong Kong[1].
Penyakit Influenza A (H1N1) atau
yang sering disebut juga Flu Meksiko atau Flu Babi, telah mendapat perhatian
sangat besar di seluruh dunia. Perhatian tersebut tidak terlepas dari
kekhawatiran munculnya jenis virus baru tersebut karena telah diketahui
bahwa virus telah mampu menularkan dari manusia ke manusia, dan tidak seperti
flu musiman biasa, manusia tidak memiliki kekebalan atau hanya sedikit memilki
kekebalan terhadap infeksi virus Influenza A (H1N1). Meskipun virus Influenza A
(H1N1) memiliki tingkat fatalitas lebih rendah daripada virus H5N1 (Flu
Burung), tetapi untuk kasus penyakit Flu burung belum ada laporan yang
memperlihatkan telah mampu menular dari manusia-ke manusia. Itu artinya bahwa
penyakit Influenza A (H1N1) memiliki kemungkinan kemampuan penyebaran yang
sangat tinggi.
Virus flu babi yang semula
diketahui beredar di antara populasi babi memang kadang-kadang menginfeksi
manusia. Dalam wabah flu babi internasional sekarang ini telah terjadi
penularan dari manusia ke manusia[2].
Badan
kesehatan dunia (WHO) pada tanggal 11 April 2009 telah menetapkan bahwa
penyakit Influenza A (H1N1) telah masuk dalam kategori Pandemi. Artinya bahwa
persebaran dari manusia ke manusia telah terjadi dan persebaran yang sangat
cepat telah dimulai. Dengan merebaknya Flu Babi di beberapa negara dan
kemungkinan masuknya penyakit tersebut ke Indonesia, dimana penyakit Flu Babi
adalah termasuk penyakit zoonosa (dapat menular dari hewan ke manusia), maka
penyakit tersebut perlu kita ketahui bersama.
Flu babi adalah penyakit alat pernafasan yang seringkali
secara enzootik /endemic (kejadian
penyakit dalam periode tertentu pada suatu daerah yang seringkali terjadi kasus
penyakit dengan jumlah yang selalu relatif sama dan biasa terjadi ) berjangkit
pada perusahaan-perusahaan babi[3].
Wabah flu ini disebabkan oleh virus H1N1 namun telah bermutasi dan menjadi
virus baru sebagai gabungan dan virus flu babi Asia, virus flu babi Eropa,
virus flu burung, dan virus flu manusia. Wabah flu H1N1 teiah menular dari
manusia ke manusia dalam skala terbatas sebagai akibat dari mutasi virus[4].
Namun demikian kasus Flu Babi
yang terjadi pada manusia saat ini sudah bersifat pandemik, dan penyakit Flu
Babi yang saat ini baru muncul diinformasikan pertama terjadi di Meksiko sejak
bulan Maret 2009. Tidak kurang dari 1400 orang terjangkit Flu Babi dan 103
orang di antaranya meninggal. Selain itu dilaporkan ada 20 kasus Flu Babi di
Amerika Serikat, 4 kasus di Kanada dan 10 kasus di Selandia Baru. Menurut Situs
Center for Control and Prevention (CDC) AS, normalnya virus Flu Babi hanya berjangkit
pada babi dengan kematian rendah. Namun secara sporadis terjadi infeksi pada
manusia.
WHO telah meningkatkan status
kesiagaan pandemi influenza dari fase 3 menjadi fase 4 dan fase 5, yaitu telah
terjadi penularan dari manusia ke manusia dalam satu wilayah terbatas dan
ancaman pandemi telah dekat (imminent). Indonesia telah menyiapkan diri dalam
menghadapi flu burung dan barbagai infra struktur yang telah dibangun dapat
digunakan untuk menghadapi ancaman flu H1N1. Pemerintah telah mengeluarkan
beberapa regulasi yang berkaitan dengan penatalaksaaan kasus flu babi ini,
antara lain dengan dikeluarkannya Kepmenkes No. 311 tahun 2009 tentang Penetapan Penyakit Flu Baru H1N1 (Mexican Strain) sebagai Penyakit yang dapat Menimbulkan Wabah.
Masyarakat diimbau untuk tidak perlu khawatir berlebihan tetapi tetap
waspada dan selalu mencari informasi yang benar mengenai wabah ini. Melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
merupakan kunci bagi upaya mencegah penularan penyakit[5].
Pemerintah akan melaksanakan berbagai langkah
yang diperlukan untuk mencegah penyakit flu H1N1 masuk Indonesia dan mengantisipasi
perkembangan selanjutnya. Departemen
Kesehatan menetapkan enam langkah untuk kesiapsiagaan yaitu: (1) mengumpulkan
data dan kajian ilmiah tentang penyakit ini dari berbagai sumber, (2)
berkoordinasi dengan WHO untuk memantau perkembangan, (3) membuat surat edaran
kewaspadaan dini, (4) melakukan rapat koordinasi dengan para kepala Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan, (5)
berkoordinasi dengan Badan Litbangkes untuk kemungkinan pemeriksaan spesimen,
dan (6) berkoordinasi dengan Departemen Pertanian dan Departemen Luar Negeri
untuk merumuskan langkah-langkah tindakan penanggulangan[6].
BAB
II
Posisi Kasus
Flu Baru H1N1 (Mexican
Strain) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus influenza (H1N1) yang
sudah menular dari manusia ke manusia dan dapat mengakibatkan kematian, yang
telah melanda beberapa negara dalam waktu relatif cepat dan berpotensi menyebar
ke negara Indonesia, sehingga
dapat mengakibatkan kepanikan di kalangan masyarakat (public health emergency
of international concern) dan sewaktu-waktu dapat menjadi wabah/pandemi
atau bencana non alam[7]. Paska penetapan pandemi untuk penyakti Influenza
A (H1N1), berdasarkan laporan konfirmasi laboratorium di seluruh dunia terhadap
tersangka penderita inflluenza A (H1N1) dan telah dikonfirmasi oleh WHO,
memperlihatkan adanya peningkatan jumlah kasus yang sangat cepat.
Gambaran yang diperolehan memperlihatkan bagaimana virus Influenza H1N1 telah begitu cepat
berkembang di dunia. Gambaran tersebut hanya mengambil pada kisaran waktu kurang
dari 2 bulan dan ternyata secara kumulatif peningkatan yang terjadi mencapai
hampir 80 kali lipat. Namun demikian peningkatan, tingkat kematian kasus
Influenza A (H1N1) nampaknya berhasil diantisipasi dengan baik yang
diperlihatkan dengan angka meninggal dengan kasus yang semakin kecil (terakhir
4/1000 kasus).
Kondisi penyebaran pada awal Meni 2009 terlihat bahwa laporan penyakit Influenza A
(H1N1) hanya berpusat di daerah Amerika Utara, Meksiko dan Eropa Barat. Kasus
juga dikonfirmasi di wilayah Israel, New Zealand, China dan Korea Selatan. Sampai
dengan Tanggal 22 Juni 2009, belum ada satupun laporan kasus H1N1 yang
ditemukan di Indonesia, sebagian ahli menyatakan karena karakteristik virus
yang tidak cocok hidup di daerah tropis, namun demikian ahli lain membantah
karena kasus serupa di daerah tropis di benua Ameria juga berkembang. Lain
halnya dengan di belahan Benua Eropa, kasus semakin banyak demikian juga untuk
Benua Amerika, Asia dan Australia. Kasus di Benua Afrika mulai terlihat.
Setelah Mesir, maka 3 negara lain termasuk Afrika Selatan telah melaporkan
kasus Influenza A (H1N1).
Pada tanggal 29 Juni 2009 Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Siti Fadilah Supari telah mengkonfirmasi seorang
pria Indonesia berusia 37 tahun berprofesi pilot dan seorang wanita Inggris
berusia 22 tahun dinyatakan positif menderita influenza A (H1N1). Kasus itu
merupakan yang pertama kali dilaporkan adanya kasus Influenza A (H1N1) di
Indonesia. Menkes mengatakan bahwa kedua pasien itu tertular setelah melakukan
perjalanan dari luar negeri. Kedua korban yakni seorang pilot asal Jakarta dan
seorang warga negara Inggris yang tinggal di Australia dan sedang berada di
Bali. Pasien pertama saat ini trelah mendapat perawatan di Rumah Sakit Penyakit
Infeksi Sulianti Saroso. Sementara pasien kedua (wisatawan) pada tanggal 20
Juni berobat ke Rumah Sakit Sanglah (Denpasar)[8].
Flu babi
adalah kasus-kasus influensa yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae yang
endemik pada populasi babi. Galur virus flu babi yang telah diisolasi sampai
saat ini telah digolongkan sebagai Influenzavirus C atau subtipe genus
Influenzavirus A. Babi dapat menampung virus flu yang berasal dari manusia
maupun burung, memungkinkan virus tersebut bertukar gen dan menciptakan galur
pandemik. Flu babi menginfeksi manusia tiap tahun dan biasanya ditemukan pada
orang-orang yang bersentuhan dengan babi, meskipun ditemukan juga kasus-kasus
penularan dari manusia ke manusia.
Flu babi diketahui disebabkan oleh
virus influenza A subtipe H1N1,
H1N2,H3N1, H3N2, and H2N3. Di Amerika Serikat, hanya subtipe H1N1 lazim
ditemukan di populasi babi sebelum tahun 1998. Namun sejak akhir Agusuts 1998,
subtipe H3N2 telah diisolasi juga dari babi[9].
Penyebab
Flu Babi adalah virus Influenza Type A subtype H1N1 dari familia Orthomyxoviridae.
Flu atau Influenza ada 2 Type yaitu :
1. Type A: menular pada unggas (ayam, itik dan burung
) serta Babi
2. Type B dan Type C: menular pada manusia
Nama Influenza berasal dari
bahasa Italia yang berarti “pengaruh“. Virus Influenza Type A ini pertama kali
diisolasi pada tahun 1980. Selain pada manusia, penyakit ini juga berjangkit
pada unggas, babi, anjing, kucing, dan kuda. Gejala atau tanda klinis yang
nampak pada ternak babi anatara lain: ternak babi mengalami demam, panas tubuh
lebih dari 41° C, ngorok, batuk-batuk serta diare namun kadang tanda-tanda tersebut
tidak nampak. Sedangkan tanda klinis pada manusia yaitu: mirip flu pada
manusia, demam, panas tubuh lebih dari
38° C, lesu, sakit kepala, batuk, pilek, tenggorokan sakit, iritasi pada
mata, sesak nafas tapi tidak separah flu burung, mual, muntah dan diare.
Penularan penyakit Flu Babi adalah sebagai berikut:
1. Secara kontak langsung (bersentuhan, terkena lendir
penderita)
2. Tidak langsung ( virus ini menyebar lewat udara,
peralatan kandang, alat
transportasi dll )
Virus ini sangat sangat mudah
menular bisa lewat bersin dan batuk penderita.Virus ini tidak menular lewat
daging babi jika telah dimasak dengan suhu minimal 71° C atau lebih dari 80 ° C.
Masa Inkubasi ( masuk penyakit sampai timbulnya gejala ) virus adalah 3 – 5
hari. Untuk mengatasi pencegahan terhadap manusia dengan obat antivirus
Oseltamivir (Tamiflu) atau Zanamivir (Relenza). Obat tersebut effektif jika
mulai diberikan dalam 2 hari pertama gejala tampak. Menurut penelitian, antigen
H1N1 pada Flu Babi tidak sama dengan H1N1 pada manusia, karena virus Flu Babi
tidak bisa dicegah dengan Vaksin Flu manusia. Menurut Deputy Directur CDC AS
Science and Public Health yaitu Dr.Anne Schiclat, strain virus Flu babi di AS
merupakan perpaduan virus Flu manusia, Flu Burung serta tipe Flu Babi dari Amerika,
Eropa dan Asia[10].
BAB III
Permasalahan
Saat ini masyarakat hanya mendapat satu perspektif mengenai flu babi dalam perspektif biomedis.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan praktisi
kesehatan, terus sibuk membahas isu-isu seperti ketersediaan Tamiflu atau
terdeteksinya tersangka kasus flu babi baru di Indonesia. Bahkan regulasi yang
dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan kasus flu babi ini hanya mengatur tentang
bagaimana deteksi penyakit dan pengobatannya.
Sebagaimana diketahui, masyarakat hanya
mendapat informasi tentang flu babi pada seputaran apa dan bagaimana virus flu
babi itu terjadi, termasuk apa gejala-gejalanya dan bagaimana cara penularannya.
Padahal, ada dimensi dan perspektif lain yang jauh lebih penting untuk
diketahui dan dipahami publik. Virus ini sangat baru bagi masyarakat kita
sehingga kita bertanya, mengapa pandemi ini bisa terjadi.
Pertanyaan lain adalah apakah manusia turut andil mendorong pandemi
ini. Wabah flu babi pada manusia diduga berawal dari negara bagian Veracruz,
Meksiko. Masyarakat setempat menuding sebuah peternakan babi raksasa dengan
modal dari Amerika Serikat sebagai awal penyebarannya.
Jika tuduhan itu terbukti, benarlah
anggapan bahwa ganasnya arus pembangunan dan globalisasi yang terlalu berpusat
pada manusia dan pertumbuhan ekonomi telah memberikan tekanan besar terhadap
daya dukung alam di negara berkembang termasuk Negara Indonesia.
Dalam hal ini fokus utama permasalahan
penanggulangan wabah flu babi di Indonesia baru dititikberatkan pada upaya
deteksi dini dan pengobatan, belum secara tegas memperlihatkan upaya promotif,
preventif dan pengendalian sumber
penyakit flu babi. Maksudnya, bagaimana memutus mata rantai penularan virus
dari hewan ke manusia, tidak diatur dengan regulasi yang jelas dan tegas.
BAB IV
Analisis
A. Teori
Perspektif ekologi manusia adalah sebuah alternatif yang
relevan untuk dikembangkan untuk mempertajam upaya penanggulangan wabah flu
babi terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Secara global,
pola penyakit bergeser dari penyakit infeksi menuju penyakit tidak menular atau
degeneratif (penyakit jantung, stroke, kanker) seiring peningkatan pembangunan
sosial ekonomi dan modernisasi infrastruktur kesehatan suatu negara. Premis ini
dikenal sebagai “kompleks modernisasi” yang merupakan bagian dari teori
transisi epidemiologi.
Teori transisi epidemiologi yang
developmental centris ini merupakan arus utama dalam wacana kesehatan
masyarakat. Akan tetapi, teori ini gagal menjelaskan paradoks tentang beberapa
penyakit infeksi yang justru muncul dan menyebar seiring berjalannya
pembangunan dan modernisasi di berbagai negara berkembang. Tidak terkecuali
merebaknya wabah flu babi yang berawal dari Meksiko, Amerika Selatan. Di
sinilah pendekatan ekologi manusia yang berfokus pada interaksi antara agen
penyebab penyakit dan inang dalam sebuah ekosistem mampu mengisi lubang
penjelasan tersebut. Konsekuensi dari fokus ini adalah premis bahwa pembangunan
tanpa wawasan ekologi justru melahirkan “penyakit akibat pembangunan” atau
lazim dikenal sebagai developo-genic
disease[11].
Peningkatan pendapatan per kapita suatu negara umumnya
berbanding lurus dengan tingkat konsumsi daging, yang pada akhirnya mendorong
peningkatan jumlah peternakan raksasa untuk mensuplai kebutuhan tersebut. Pada
saat yang sama, terbukanya pintu globalisasi ekonomi membuat arus modal menuju
negara berkembang sebagai lokasi basis produksi murah mengalir cepat.
Peternakan-peternakan raksasa pun dibangun di banyak negara berkembang, dengan
modal dari negara maju. Produksi daging dari peternakan itu dipasarkan kembali
ke negara maju, dan menjanjikan devisa berlimpah untuk negara asal peternakan.
Sayangnya, pemerintah tidak sadar bahwa keuntungan ekonomi ini harus dibayar
mahal kelak.
Pemerintah umumnya tidak mengawasi dengan ketat penerapan
prosedur higiene dan sanitasi di peternakan-peternakan raksasa bermodal asing
ini. Mereka mengabaikan analisis dampak lingkungan, tidak mengawasi rendahnya
perlindungan kesehatan bagi pekerja di sana, menutup mata atas proses
peternakan yang kurang bertanggung jawab (penggunaan suplemen hormon dan
antibiotik berlebihan untuk meningkatkan produksi, yang pada akhirnya
mempengaruhi imunitas/tingkat kekebalan hewan ternak atas serangan penyakit),
dan tidak mengatur tingkat kedekatan serta kepadatan hunian penduduk dengan
peternakan.
Ini semua menyebabkan peternak sukses bertransformasi
menjadi sebuah lahan persemaian yang ideal bagi proses mutasi virus. Peternakan
raksasa yang tidak higienis ini telah berubah fungsi menjadi sebuah
laboratorium raksasa bagi virus untuk bereksperimentasi. Inilah akar masalah
merebaknya wabah flu babi (Meksiko) pada manusia. Kembali ke akar masalah
merebaknya wabah: pengendalian sumber penyakit. Dalam kasus penyakit infeksi
bersumber binatang seperti kasus flu babi ini, upaya sistematis untuk melakukan
pengendalian dan pengawasan terhadap peternakan dan rumah potong hewan, harus
terus-menerus dilakukan. Peningkatan bio-security, seperti pengaturan jarak aman
antara peternakan dan permukiman penduduk, pengolahan limbah, dan lain-lain,
harus diawasi ketat.
Pada
dasarnya upaya penanggulangan wabah dapat
dikategorikan menjadi tiga kelompok:
1) Upaya
pengendalian sumber penyakit
2)
Mengurangi transmisi atau proses penularan
3)
Memodifikasi daya tahan tubuh inang.
Dalam wacana
yang berpusat pada pendekatan biomedis, solusi atas wabah flu babi adalah:
penerapan sistem pemindaian suhu tubuh di sejumlah bandara dan pelabuhan, serta
pengobatan penderita dengan Tamiflu. Tujuannya agar manusia sumber penyakit ini
dapat dikendalikan, sehingga tidak terjadi penularan yang lebih luas di
masyarakat. Selain itu, vaksin untuk modifikasi kekebalan tubuh inang juga
mulai dikembangkan.
Sederet
solusi itu tentunya baik untuk masyarakat. Namun, semuanya bukanlah solusi
permanen untuk masalah wabah flu bersumber binatang yang melanda dunia saat
ini. Ambil contoh saja, soal penyediaan oseltamivir, atau yang lazim kita kenal
sebagai Tamiflu. Seiring dengan penyebaran virus serta kemungkinan mutasi yang
terus-menerus, efektivitas Tamiflu tentunya lambat-laun akan tergerus juga.
Selain itu, pengembangan vaksin influenza sendiri bukanlah proses yang mudah
dilakukan, karena keengganan negara maju membagi teknologi pembuatan vaksin mereka.
Apa yang bisa kita lakukan untuk
pengendalian wabah ini? Tentunya kembali ke akar masalah merebaknya wabah:
pengendalian sumber penyakit. Dalam kasus penyakit infeksi bersumber binatang
seperti kasus flu babi ini, upaya sistematis untuk melakukan pengendalian dan
pengawasan terhadap peternakan dan rumah potong hewan, harus terus-menerus
dilakukan. Peningkatan bio-security, seperti pengaturan jarak aman antara
peternakan dan permukiman penduduk, pengolahan limbah, dan lain-lain, harus
diawasi ketat. Dalam konteks Indonesia, pendekatan ini bisa efektif untuk
mencegah timbulnya strain baru virus flu babi dan flu unggas. Mumpung virus flu
babi belum mewabah di negara kita, baik pada babi maupun manusia. Untuk itu,
tentu saja Departemen Pertanian harus menyediakan alokasi anggaran khusus untuk
program pemantauan (surveillance), penanggulangan dan pencegahan wabah
bersumber binatang, secara berkesinambungan. Disamping itu yang lebih penting
bagi masyarakat luas untuk mencegah wabah seperti ini terjadi lagi adalah hiduplah secara bersih dan sehat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan
CDC memberikan perhatian pada strain ini. Flu Babi yang baru ini karena bisa
menular dari manusia ke manusia dengan kematian cukup tinggi. Hal ini
berpotensi menimbulkan pandemi.
Penanganan yang harus
diperhatikan pada ternak babi :
a. Pemeriksaan
klinis yang rutin pada babi,
b. Kandang harus
selalu bersih dan penyemprotan kandang dengan desinfektan sesering mungkin,
c. Jika ada babi
yang terinfeksi oleh virus Flu Babi, maka segera dimusnahkan.
Agar terhindar dari Flu Babi yang
harus diperhatikan pada manusia maka kita harus melakukan tindakan antara lain:
1. Mengajak masyarakat untuk
menerapkan pola hidup bersih
2. Mencuci tangan sebelum makan
3. Memasak daging babi lebih dari
80° C
4. Tidak cium pipi /tangan
5. Pergunakan masker di wilayah
peternakan babi
B. Sistem Regulasi
Regulasi tentang wabah, pemerintah
sudah mengeluarkan UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah yang bertujuan sebagaimana
yang dicantumkan dalam Pasal 2 UU no. 4 Tahun 1984 tentang Wabah adalah untuk melindungi penduduk dari
malapetaka yang ditimbulkan wabah sedini mungkin, dalam rangka meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. Dalam UU ini telah diatur tentang
jenis penyakit yang bisa menimbulkan wabah, kriteria daerah wabah, upaya
penanggulangan, hak dan kewajiban pemerintah dan masyarakat serta sanksi yang
diberikan. Tehnis pelaksanaannya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No.40
Tahun 1991.
Dalam upaya mewaspadai pandemi penyakit flu babi, pemerintah khususnya
Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Kepmenkes No. 311 Tahun 2009 tentang Penetapan Penyakit Flu Baru H1N1 (Mexican Strain)Sebagai Penyakit Yang Dapat
Menimbulkan Wabah. Dalam Kepmenkes ini dijelaskan bahwa untuk mencegah, mengantisipasi
dan menanggulangi penyakit Flu Baru H1N1 (Mexican Strain), diperlukan langkah-langkah
kewaspadaan dini, kesiapsiagaan,
surveilans, serta upaya
penanggulangan dalam bentuk kegiatan promotif, preventif, dan kuratif secara
terpadu melalui akselerasi kinerja surveilans epidemiologi, kemampuan laboratorium
kesehatan,
penatalaksanaan dan perawatan di rumah sakit, sosialisasi, serta pengendalian
faktor risiko. Dalam lampiran keputusan ini hanya mencantumkan tentang upaya deteksi dini dan upaya kuratif pada penyakit flu babi.
Dalam penanggulangan wabah, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No.40 Tahun 1991 tentang penanggulangan wabah penyakit menular yang
berkaitan dengan penanggulangan flu babi dimulai dari usaha preventif, promotif
, kuratif dan rehabilitatif. Dalam PP ini di jelaskan tentang kegiatan promotif
yang dilakukan melalui penyuluhan kepada masyarakat tentang upaya
penanggulangan wabah.
Departemen Kesehatan
menetapkan enam langkah untuk penanggulangan kasus flu babi yaitu:
(1) mengumpulkan data dan
kajian ilmiah tentang penyakit ini dari berbagai sumber
(2) berkoordinasi dengan WHO
untuk memantau perkembangan
(3) membuat surat edaran
kewaspadaan dini
(4) melakukan rapat koordinasi
dengan para kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di seluruh Indonesia untuk
meningkatkan kewaspadaan
(5) berkoordinasi dengan Badan
Litbangkes untuk kemungkinan pemeriksaan spesimen
(6) berkoordinasi dengan
Departemen Pertanian dan Departemen Luar Negeri untuk merumuskan
langkah-langkah tindakan penanggulangan.
Disamping itu, Departemen Kesehatan
juga telah berkoordinasi dengan Dirjen Peternakan Departemen Pertanian RI untuk
mengantisipasi penyebaran flu babi melalui Tim Koordinasi yang sudah ada. Tim
Koordinasi yang sudah ada seperti Tim Penanggulangan Rabies Depkes dan
Departemen Pertanian yang tugasnya diperluas menjadi Tim Terpadu Penanggulangan
Zoonotik (penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia. Ditjen P2PL melalui surat
edaran meminta kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala UPT di lingkungan
Ditjen P2PL dan RS Vertikal melalui surat nomor: PM.01.01/D/I.4/1221/2009 untuk
melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mewaspadai kemungkinan masuknya virus tersebut ke wilayah Indonesia dengan meningkatkan kesiapsiagaan di pintu-pintu masuk negara terutama pendatang dari negara-negara yang sedang terjangkit.
b. Mewaspadai semua kasus dengan gejala mirip influenza (ILI) dan segera menelusuri riwayat kontak dengan binatang (babi)
c. Meningkatkan kegiatan surveilans terhadap ILI dan pneumonia serta melaporkan kasus dengan kecurigaan ke arah swine flu kepada Posko KLB Direktorat Jenderal PP dan PL.
a. Mewaspadai kemungkinan masuknya virus tersebut ke wilayah Indonesia dengan meningkatkan kesiapsiagaan di pintu-pintu masuk negara terutama pendatang dari negara-negara yang sedang terjangkit.
b. Mewaspadai semua kasus dengan gejala mirip influenza (ILI) dan segera menelusuri riwayat kontak dengan binatang (babi)
c. Meningkatkan kegiatan surveilans terhadap ILI dan pneumonia serta melaporkan kasus dengan kecurigaan ke arah swine flu kepada Posko KLB Direktorat Jenderal PP dan PL.
d. Memantau perkembangan kasus
secara terus menerus melalui berbagai sarana yang dimungkinkan.
e. Meningkatkan koordinasi dengan
lintas program dan lintas sektor serta menyebarluaskan informasi ke jajaran
kesehatan di seluruh Indonesia.
Berkaitan
dengan kebijakan diatas, berdasarkan hasil penyidikan secara epidemiologi,
serta konfirmasi pemeriksaan laboratories oleh Balai Penyidikan dan Pengujian
Veteriner (BPPV) Regional II Bukittinggi dan Balai Besar Penelitian Veteriner
Bogor serta konfirmasi oleh laboratorium rujukan influenza internasional (OIE) Australian
Animal Health Laboratory (AAHL) terhadap sampel usapan hidung (nasal swab)
ternak babi (bibit, dara dan finisher) berasal dari usaha peternakan babi PT.
Indotirta Suaka yang berlokasi di Pulau Bulan Kota Batam - rovinsi Kepulauan Riau ditemukan hasil
positif mengandung virus Pandemic Influenza A/H1N1, Menteri pertanian
mengeluarkan Kepmen No. 3885/Kpts/PD.620/11/2009 tentang Pernyataan
berjangkitnya wabah penyakit hewan menular Pandemic influenza a / h1n1 pada
babi di Pulau Bulan – Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau
Sidang Kabinet
Terbatas yang dipimpin Presiden RI tanggal 27 April 2009 dan didahului Rapat
Koordinasi Tingkat Menteri yang dipimpin Menteri Koordinator Kesejahteraan
Rakyat, memutuskan hal-hal sebagai berikut:
1. Memerintahkan kepada
Kementerian/Lembaga terkait untuk melakukan
langkahlangkah cepat dan tepat dalam menangkal wabah flu
H1N1.
2. Melaksanakan tindakan-tindakan
sebagai berikut:
(1) Metakukan surveilan aktif untuk
mendetaksi sedini mungkin
anggota masyarakat yang terkena
panyakit mirip influenza
(Influenza Like lliness/ILI), terutama
jika terjadi dalam satu kelompok
bersama-sama, melalui:
a.
Jaringan surveilan wilayah Departemen Kesehatan (Distric
Surveillance Officer/DSO) dan Surveilan
Wilayah
Departemen Pertanian (Participatory Disease
Surveillance
and
Response/PDSR).
b.
Intensifikasi jaringan Desa Siaga.
c.
Jaringan Puskesmas, rumah sakit, dan tenaga kesehatan.
d.
Jaringan mahasiswa, sukarelawan, dan tenaga kesehatan.
(2) Melakukan surveilan untuk
pendatang ke Indonesia, khususnya dari
Amerika Utara dan Singapura.
(3) Memberikan "Travel Advisory” tentang situasi flu babi dan
Langkahlangkah yang diperlukan bagi
Warga Negara Indonesia
yang akan berkunjung ke Amerika Utara:
a. Melakukan
pemindaian suhu tubuh (thermal scanning) di
Pelabuhan
udara dan laut,
b. Pemberian kuisioner (Health Alert Card).
(4) Memantau perkembangan dunia dan berkomunikasi intensif dengan
pemerintah Meksiko, Amerika Serikat,
dan negara lain.
(5) Mengintensifkan komunikasi dengan berbagai mitra Internasional
antara lain ASEAN dan Persatuan Bangsa-Bangsa
(PBB).
(6) Meningkatkan kesiapsiagaan di semua jaringan kesehatan dan
Laboratorium yang memiliki kapasitas
untuk melakukan pengujian
sebagai bagian dari surveilans aktif
terpadu.
(7) Melakukan surveilans terpadu ke petemakan-peternakan babi dan
Wilayah sekitarnya.
(8) Meningkatkan intensitas karantina
hawan, baik ekspor impor,
maupun antar daerah.
(9) Melakukan pelarangan sementara Impor
daging babi dan
produknya.
(10) Memberikan penjelasan publik secara
sistematis mengenai flu
H1N1, dengan pesan: tetap tenang,
paham gejalanya, dan
tanggap terhadap perubahan situasi.
(11) Mengaktifikan dan memberdayakan pusat
informasi (call center
dan SMS Center).
(12) Memantapkan rencana kesiapsiagaan
nasional (Fandemfic
Respon Plan), baik medis maupun non
medis, untuk penanganan
pusat penyebaran penyakit (epicenter) dan
wabah raya (global
pandemic). (13) Mempersiapkan
logistik dan sumber daya
manusia untuk penanganan jika terjadi
kondisi yang lebih buruk
termasuk pelayanan vital
(Essantialsector's) dan rencana
keberlangsungan dunia usaha
(business continuity plan),
(14) Mempersiapkan dan mengantisipasi jika
terjadi kondisi yang lebih
buruk termasuk apabila harus memberlakukan
larangan
perjalanan dan perdagangan.
(15) Memperhitungkan dan mempersiapkan
respon terhadap dampak
Ekonomi yang ditimbulkan oleh wabah
flu H1N1.
Berdasarkan beberapa regulasi yang di
keluarkan pemerintah, pencegahan wabah flu babi kurang menekankan pada analisis
lingkungan sebagai salah satu cara pemberantasan sumber penyakit. Dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 22 ayat (1) menyatakan
bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan
yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup
wajib memiliki amdal. Dalam kasus
ini, wabah flu babi disebabkan karena penularan birus dari binatang babi kepada
manusia. Jelas sekali perusahaan peternakan babi wajib memiliki analisis dampak
lingkungan untuk menghindari terjadinya penyebaran virus pada manusia. Regulasi
tentang pengelolaan amdal pada peternakan babi belum dibuat regulasinya,
sehingga penyebaran penyakit ini masih di mungkinkan terjadi pada manusia.
C. Perlindungan Hukum
Perlindungan
hukum terhadap warga Negara yang terkena atau terancam penyakit wabah dapat
dilihat dari :
1.
Undang-undang Dasar tahun 1945 pasal Pasal 28 h ayat (1)
dan
Pasal
34
2.
UU RI No. 39 tahun 1999 tentang HAM, Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 30,
pasal 41 ayat (1), pasal 67, pasal 69
3.
UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular Pasal 8 s.d
Pasal 15
4.
PP
No.20 tahun 1991 tentang Penanggulangan
Wabah Penyakit
Menular. Pasal 28, 29, 30 dan 32
BAB IV
Penutup
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam penanggulangan penyakit
flu babi melalui berbagai regulasi, namun belum memberikan hasil maksimal dapat mencegah terjadinya wabah flu
babi. Ketegasan pemerintah dalam aturan regulasi sangat diperlukan mengingat
potensi negara kita rentan terhadap penyebaran penyakit flu babi.
Penanggulangan
penyakit flu babi harus difokuskan pada upaya pencegahan pada
manusia yang berprinsip pada pemberantasan sumber penyakit dan pemutusan rantai virus tersebut, terutama penularan
kepada manusia. Beberapa aksi pencegahan dapat dilakukan seperti berikut
ini:
1. Pelaksanaan
bio-sekuriti pada peternakan-peternakan babi yang menjadi perantara atau rantai
penentu timbulnya spesies virus H1N1. Aktivitas ini bisa dilakukan dengan
mendesinfeksi dan mengawasi semua ternak babi, terutama terhadap gejala-gejala
penyakit flu babi. Penemuan terhadap ternak babi yang terkena penyakit harus
segera dimusnahkan, dengan mempertimbangkan pemusnahan ternak-ternak di
sekitarnya. Program vaksinasi flu babi terhadap ternak-ternak babi juga
merupakan tindakan yang dianjurkan.
2. Perhatian
terhadap orang-orang pada ring pertama dari ternak babi. Semua orang baik
pekerja di peternakan (babi) maupun petugas dibidangnya yang berhubungan
langsung (dekat) dengan ternak babi harus diberi perlakuan khusus, misalnya
memakai masker hidung dan mulut, dan acap kali mencuci tangan dengan sabun anti
septik.
3. Pengawasan
terhadap transportasi. Aktivitas transportasi dapat memindahkan ternak babi
maupun manusia (terinfeksi), yang berpotensi menularkan penyakit flu babi baik
pada babi maupun pada manusia. Pengawasan seharusnya diperketat pada ternak
(babi) dan penumpang yang berasal dari daerah wabah atau sentra-sentra
peternakan babi. Alat deteksi suhu badan dapat dipakai untuk mengawasi
penumpang dan ternak (babi) dengan jumlah banyak secara efektif.
4. Penanganan penderita penyakit flu babi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan dari manusia ke manusia (cluster). Penularan penyakit ini dari manusia ke manusia diperkirakan lebih mudah dan lebih cepat. Oleh karena itu penanganan penderita flu babi seharusnya dilakukan oleh para petugas kesehatan yang telah diberikan bekal dan piranti bantu untuk keperluan penanganan terhadap penderita.
4. Penanganan penderita penyakit flu babi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan dari manusia ke manusia (cluster). Penularan penyakit ini dari manusia ke manusia diperkirakan lebih mudah dan lebih cepat. Oleh karena itu penanganan penderita flu babi seharusnya dilakukan oleh para petugas kesehatan yang telah diberikan bekal dan piranti bantu untuk keperluan penanganan terhadap penderita.
5. Penyuluhan
tentang flu babi dan pencegahanya dilakukan kepada komunitas produsen babi dan
masyarakat luas agar pelaporan terjadinya penyakit ini baik pada ternak babi
ataupun manusia dapat terdeteksi dan terlaporkan serta tertangani dengan lebih
cepat dan benar.
B. Saran
Ada beberapa
saran yang mungkin dapat dijadikan rekomendasi dalam penanganan penyakit Flu babi di Indonesia, antara lain:
1. Ekologi manusia dan lingkungan
adalah sebuah
alternatif yang relevan untuk dikembangkan dalam upaya mempertajam penanggulangan wabah flu babi
terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia
2. Tersedianya tenaga kesehatan yang
memadai sebagai penggerak dalam sosialisasi program – program pencegahan yang
dibuat pemerintah kepada masyarakat secara langsung baik tenaga kesehatan dari
institusi pemerintah maupun swasta, karena masalah kesehatan adalah
tanggungjawab dari seluruh masyarakat
3. Adanya perbaikan system informasi
dalam upaya promotif, preventif dan proses surveilant epideomilogis terhadap
kasus penyakit ini dapat dilakukan secara maksimal dengan mendayagunakan
berbagai media
komunikasi
massa baik
pemerintah maupun
swasta secara terus menerus dan berkesinambungan
4. Peran pemerintah bukan hanya sebagai
pembuat sebuah kebijakan tetapi harus berperan dalam monitoring dan evaluasi
serta tindaklanjut dari pelaksanaan kebijakan itu sendiri.
5. Adanya kesesuaian antara pelaksanaan
program–program pencegahan dan penanganan flu babi yang sudah ditetapkan dalam
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah berupa UU, PP, permenkes, Kepmenkes,
Perda,Juknis dan Juklak secara rill di masyarakat mengenai pelaksanaan
program – program tersebut pada kebijakan yang telah dibuat oleh lembaga
eksekutif, legislatif baik di tingkat pusat, provinsi maupun tingkat bawahnya
dilakukan secara berkesinambungan.
6. Sanksi yang ditetapkan dalam
Undang-undang No 4 Tahun 1984 pasal 14, PP
no.40 tahun 1991 pasal 32, diterapkan secara tegas dan dilakukan pengawasan
dalam pelaksanaannya dengan menggunakan sistem pelaporan secara integratif.
7. Sistem surveillance seperti yang dicantumkan
dalam PP No.40 tahun 1991 pasal 31 ayat (1) yang menyatakan bahwa kegiatan
pelaksanaan penanggulangan wabah harus dilaporkan secara berjenjang kepada
Menteri, menggunakan system informasi yang cepat, sehingga penanganan wabah
dapat segera ditanggapi dan di tindaklanjuti secara cepat dan tepat dari
tingkat lokal sampai tingkat nasional.
8. Dalam kasus penyakit infeksi bersumber binatang
seperti kasus flu babi ini, upaya sistematis untuk melakukan pengendalian dan
pengawasan terhadap peternakan dan rumah potong hewan (bio-security) harus
terus-menerus dilakukan. Peningkatan bio-security, seperti pengaturan jarak
aman antara peternakan dan permukiman penduduk, pengolahan limbah, dan
lain-lain, harus diawasi ketat dan dibuatkan sistem regulasi dengan jelas dan
aplikatif.
REFERENSI:
1.
Undang-undang Dasar tahun 1945
2.
UU RI No. 39 tahun 1999 tentang HAM
3.
UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
4.
UU NO.32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
5.
PP
No.20 tahun 1991 tentang Penanggulangan
Wabah Penyakit
6. Kepmenkes No. 311
Tahun 2009 tentang Penetapan Penyakit
Flu Baru H1N1 (Mexican Strain)Sebagai Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah
7. Kepmen No.
3885/Kpts/PD.620/11/2009 tentang Pernyataan berjangkitnya wabah penyakit hewan
menular Pandemic influenza a / h1n1 pada babi di Pulau Bulan – Kota
Batam, Provinsi Kepulauan Riau
8. Flu babi pada manusia, journal departement of health,centre for health
protection www.chp.gov.hk, diakes 15-10-2011
9. Penyakit Flu
Babi:Yang Perlu Diketahui Dan Diwaspadai, Drh MM Ishatmini, diakses 15-10-2011
10. Langkah-langkah pencegahan dan antisipasi merebaknya Wabah flu h1n1
(2009) di Indonesia, Kementrian koordinator bidang perekonomian
11. Republik Indonesia, diakses 15-10-2011
12. Flu Babi, http://www.bkkmjabar.com/berita-detail?id=5<, diakses 15-10-2011
13. Perkembangan
penyebaran penyakit influenza a (h1n1) / flu meksiko, http://www.dinkes.jogjaprov.go.id/index.php/cartikel/read/176.html, diakes 15-10-2011
14.
Wabah
Flu Babi dan Ekologi Manusia, http://www.mustang89.com-wabah-flu-babi-dan-ekologi-manusia, diakses 15-10-2011
[1] Flu babi pada manusia, journal departement of
health,centre for health protection www.chp.gov.hk, diakes 15-10-2011
[2] perkembangan
penyebaran penyakit influenza a (h1n1) / flu meksiko, http://www.dinkes.jogjaprov.go.id/index.php/cartikel/read/176.html, diakes 15-10-2011
[3] Penyakit Flu Babi:Yang Perlu Diketahui Dan Diwaspadai,
Drh MM Ishatmini, diakses 15-10-2011
[4] Langkah-langkah pencegahan dan antisipasi merebaknya
Wabah flu h1n1 (2009) di Indonesia, Kementrian koordinator bidang perekonomian
Republik Indonesia, diakses
15-10-2011
[5] ibid[6] Flu Babi, http://www.bkkmjabar.com/berita-detail?id=5<, diakses 15-10-2011
[7] Kepmenkes No. 311 tahun 2009 tentang Penetapan Penyakit Flu Baru H1N1 (Mexican Strain)Sebagai
Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah
[8] Perkembangan penyebaran penyakit
influenza a (h1n1) / flu meksiko, http://www.dinkes.jogjaprov.go.id/index.php/cartikel/read/176.html, diakes 15-10-2011
[9] Departemen Kesehatan dan Wikipedi, http://www.bkkmjabar.com/berita-detail?id=5 , Diakses 17-10-2011
[10] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar